Sehat Yang Berpahala
Artikel
Amal membutuhkan kontinuitas. Karena, tidak ada lagi orang
yang dijamin masuk surga di zaman ini. Tidak peduli ia seorang ustadz sekaliber
apa pun, tidak peduli berapa forum kajian yang ia pimpin, kesungguhan dalam
beramal harus selalu ditingkatkan. Ditingkatkan! Tidak sekadar dijaga. Karena,
sama dengan hari kemarin berarti kerugian1 Untung baru diraih ketika usaha
meraih yang terbaik, peningkatan dari amal yang lalu, bisa dihadirkan.
Jika menilik pada hadis di atas, kenapa terjadi seperti itu
pada kebanyakan hamba-Nya?
Tentu tidak bermakna seorang hamba lantas bisa berputus asa,
khawatir berlebihan, “jangan-jangan amalku tidak diterima”, hingga memilih
menyedikitkan amal. Bukan…. Na’udzubillah.
Itu semua lebih bermakna betapa sayangnya Allah dan Sang Junjungan
Shallallahu ‘alaihi wasallam (Saw.) pada kita, agar meski kita menjaga
rutinitas dan kontinuitas amal; tidak berarti kita mengerjakan ibadah “ala
kadarnya”.
Rasulullah Saw. bersabda, “Sesungguhnya Allah itu Thayyib
(terlepas dari noda dan kekurangan), tidak menerima sesuatu kecuali yang
thayyib….” (H.r. Muslim).
Karena Allah Maha Mengetahui, kejenuhan begitu berbahaya,
lalu bagaimana menangkalnya?
jadilah hamba yang berilmu! Dengannya akan ditemui banyak
alasan beramal dan menjaga semangat serta kekhusyukan.
Abu Umamah Radhiyallahu ‘anhu meriwayatkan bahwa Rasulullah
Saw. pernah ditanya tentang dua orang, yang satu ahli ibadah, dan satunya lagi
orang yang berilmu. Maka beliau Saw. menjawab, “Kelebihan orang yang berilmu
atas ahli ibadah sama dengan kelebihanku atas orang yang paling hina di antara
kalian”.
setelah itu beliau bersabda : “Sesungguhnya Allah dan para
malaikat-Nya, penghuni langit dan bumi, termasuk pula semut di dalam liangnya,
termasuk pula ikan paus, benar-benar bersalawat kepada orang-orang yang
mengajarkan kebaikan kepada manusia” (H.r. at-Tirmidzi).
Ya, ketika menjadi orang yang berilmu, ia tidak akan
kehilangan sesuatu yang sangat berharga dari amal. Yang mengilhami tiap gerak,
juga ibadah. Itulah “ruh” dari amal.
Letih jika kita hanya memikirkan target (semisal sekian juz
per hari), menjadikan amalan itu sebagai rutinitas belaka, hanya terjebak pada
angka dan amalan rutin. Tak heran, banyak orang yang berpuasa tapi hanya
mendapat lapar dan dahaga, juga banyak orang yang shalat namun mendapatkan
kelelahan dan keletihan saja.
Ada banyak cara menjaga “ruh” itu tetap bersinar. Memahami
manfaat medis dari setiap ibadah, insya Allah menjadi salah satu jalannya.
Kita kelilingi hari mulai dari bangun tidur hingga terlelap
kembali, sesuai menu Sang Junjungan. Semuanya lengkap dengan manfaat bagi
kesehatan, bersumber dari dunia nyata dari berbagai ilmu di dunia nyata
(termasuk dari dunia maya, internet), yang insya Allah terjamin keabsahannya.
Diawali dari Tahajud saat matahari belum beranjak dari
peraduan, disambung dengan ibadah wajib yang begitu sering terlalai, shalat
Subuh.
Tidur kembali setelahnya? Jangan! Segera beraktivitas, tak
lupa diselingi dengan zikir dan do’a dalam split waktu yang tersedia.
Tengah hari, ambil rehat untuk produktivitas setengah hidup
berikutnya. Lanjutkan aktivitas, tapi jangan lupakan lima Waktu, itulah tiang
agama. Geser sedikit saja, robohlah bangunan agamamu! Tambahkan dengan shalat
sunnah, untuk menjamin sempurnanya amal penentu di hari akhir ini.
Ternyata, semua fakta menunjukan bahwa tiada kesiasiaan
dalam setiap napas ibadah dalam dien ini. Sungguh menakjubkan! Subhanallah….
Selamat menikmati, semoga “ruh” itu tetap bersinar. Nikmat
memang dalam berislam: sudah menyehatkan, berpahala pula!
Dikutip dari buku tulisan “Egha Zainur Ramadhani”.